Pandemi di 2020 melumpuhkan kegiatan pementasan musik di seluruh pelosok dunia. Tanggal konser, festival, dan tour yang sudah disusun, terpaksa dijadwal ulang atau dibatalkan. Derita finansial, fisik, dan mental dialami oleh para penampil serta para pekerja penunjang pementasan musik. Penonton merindukan pentas musik yang melibatkan pengalaman holistik, lebih dari pengalaman audio visual melalui media elektronik atau internet. Alternatif pentas musik streaming menjadi substitusi bagi para penonton. Interaksi antar penonton difasilitasi melalui platform pentas musik streaming, dengan cara bertegur sapa lewat obrolan virtual. Sayangnya, tetap ada unsur pementasan musik live yang tidak tergantikan oleh streaming.
Emosi yang ditangkap oleh penonton dan penampil pada pentas musik melibatkan kehadiran fisik mereka di suatu tempat dan di suatu waktu. Pada beberapa kondisi, kesempatan ini mungkin tidak dapat diulang di masa mendatang. Seringkali pengalaman hadir di pementasan musik memberikan kenangan jangka panjang untuk penonton dan penampil. Kelangkaan peluang penampilan artis atau kelompok musik, diduga akan memperkuat kenangan yang disimpan oleh penonton. Penonton yang hanya punya kesempatan sekali dalam hidupnya menyaksikan pentas artis yang dia gemari, akan memiliki kenangan yang lebih melekat atas pengalamannya tersebut. Kelekatan kenangan juga dialami oleh penampil yang melakukan pementasan di lokasi atau di acara dengan konsep yang khas. Selain kelangkaan pengalaman untuk menonton berdasarkan waktu, tempat, konsep, dan peristiwa; faktor interaksi sosial juga menjadi penguat kenangan. Marka-marka kenangan hadir secara fisik pada pementasan ini sifatnya personal untuk tiap penonton dan penampil.
Penelitian O'Reilly dkk. (2017) membahas bagaimana komunitas musik mengingat masa lalu mereka. Keeratan interaksi anggota komunitas akan pengalaman yang dilakukan secara bersama menghasilkan kenangan kolektif. Kenangan ini dalam jangka panjang akan semakin memperkuat identitas komunitas mereka. Beberapa komunitas terbentuk karena menyukai artis atau kelompok musik yang sama. Dimungkinkan juga komunitas terbentuk untuk mereka yang setia hadir di lokasi pementasan yang sama, atau mereka adalah pengunjung tetap event yang rutin berulang. Peluang lain terbentuknya komunitas seperti ini adalah ketika mereka setia pada penyelenggara pementasan atau artis yang berada di bawah label rekaman tertentu. Kenangan kolektif hadir di pementasan musik juga terganggu di saat kegiatan terhenti. Kenangan atas pementasan musik streaming pasti ada, tapi tidak sekuat ketika penonton dan pementas hadir bersama secara fisik.
Pada dua dekade terakhir, pementasan musik semakin sering frekuensinya, dan ditawarkan dalam kemasan yang berbeda satu sama lainnya. Unsur pembeda bukan saja dari para penampil, tetapi juga konsep yang ditawarkan para promoter. Kerap pada pentas musik ada komponen dan kegiatan lain sebagai pendamping untuk memeriahkan acara tersebut, seperti: booth makanan, penjualan merchandise, dan tempat berfoto yang instagramable. Setting ini juga dirindukan oleh para penonton dan penampil. Kreatifitas promoter untuk membuat kemasan acara yang mencirikan pementasan dibuktikan oleh Su dkk. (2018) membuat minat berkunjung ulang untuk para penonton. Minat untuk hadir lagi ini juga dipengaruhi oleh tempat penyelenggaraan pementasan, selain oleh setting yang ditawarkan. Kemegahan tata suara, tata lampu, dan panggung berpadu dengan penampilan artis di acara tersebut. Pengalaman holistik berinteraksi dalam suatu balutan konsep acara ini sulit untuk digantikan oleh pementasan streaming.
Kenangan atas pementasan musik streaming pasti ada, tapi tidak sekuat ketika penonton dan pementas hadir bersama secara fisik.
Peran pementasan sebagai sumber pemasukan semakin penting bagi para artis dan kelompok musik di era digital ini. Dua penyebab utamanya adalah penurunan drastis penjualan produk rekaman berbentuk fisik dan berubahnya perilaku konsumen dalam mengonsumsi musik. Persepsi kelangkaan pengalaman dalam menonton pentas musik dirasakan oleh penonton musik sejak dulu. Rondán-Cataluña dan Martin-Ruiz (2010) membuktikan bahwa kepuasan pelanggan, persepsi kesesuaian harga, keinginan untuk membeli, customer value, dan persepsi mutu produk secara signifikan menempati ranking tinggi untuk penonton konser, dibandingkan pada pembeli CD. Meskipun harga tiket jauh lebih tinggi daripada harga CD, penonton konser merasa harga tiket itu wajar. Kerinduan akan pentas musik live selama lebih dari satu semester di tahun ini, disebabkan oleh lenyapnya pengalaman yang lebih holistik dibandingkan dengan menonton live streamingmelalui platform digital. Semoga kondisi yang lebih kondusif untuk pementasan musik segera hadir kembali.
Comments