top of page
Writer's pictureChico Hindarto

MUSISI INDIE DI ERA STREAMING

Sudah tidak asing lagi, para musisi mengerjakan rekaman karya mereka secara rumahan. Tidak perlu lagi ke studio rekaman. Biaya produksi bisa dihemat. Kalau ada keterbatasan teknis untuk pasca rekaman, kemungkinan materi rekam diserahkan untuk mixing dan mastering di teknisi yang lebih mumpuni. Hasil akhir yang layak secara teknis, pada era sekarang tidak lagi diduplikasi ke dalam media rekam seperti CD, tetapi bisa langsung diunggah ke pelbagai layanan streaming. Selain memangkas biaya duplikasi, cara ini juga menghilangkan peran distribusi produk musik fisik. Pada beberapa kondisi, layanan streaming juga bisa menjadi media promosi yang efektif.


Seiring dengan kemajuan teknologi perekaman, musisi dimudahkan untuk mengekspresikan dirinya dalam membuat karya.

Pilihan untuk merilis karya, bisa melalui label besar yang sudah mapan, atau swarilis secara independen (atau sering disebut sebagai indie). Saat ini gejala musisi merilis secara indie semakin marak. Sebetulnya hal ini juga menguntungkan pendengar, karena mendapat lebih banyak alternatif karya untuk dinikmati. Anggapan bahwa musisi di bawah label indie terbatas pada pasar yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan musisi label besar, sudah seringkali dibuktikan keliru. Banyak musisi label indie yang fokus kepada pasar yang spesifik tapi loyal, tapi ada juga yang terbukti berhasil masuk ke jalur utama industri musik dengan pendengar dalam jumlah banyak.




Iklim industri musik saat ini lebih kondusif untuk musisi baru untuk menampilkan karyanya. Karena jalur label indie sering menjadi pilihan dalam memproduksi dan menyebarluaskan lewat layanan streaming, label indie perlu bersiasat memanfaatkan moda distribusi terkini ini. Midem Music Pulse dari konferensi Midem mengintisarikan 5 cara bagaimana skena musik indie di era streaming ini.

  1. Multitugas dan adaptasi. Hal ini adalah nilai tambah label indie modern yang diamati oleh Nele Buys, CEO, Consouling Sounds. Label indie secara terus menerus memperhatikan bagaimana pasar tumbuh, dan berdasarkan itu mereka menentukan pilihan projek artistik yang spesifik, seperti: aktivasi digital yang inovatif sampai model distribusi baru untuk meraih fans di tingkat dunia. Terobosan ini bahkan menjadi inspirasi untuk eksekutif musik menjalankan bisnisnya.

  2. Temukan ulang diri dan investasi pada visi. Stephan Bourdoiseau dari Wagram Stories menyampaikan bagaimana mereka bertransformasi model bisnisnya, dengan merubah nama mereka dari Wagram Music menjadi Wagram Stories. Dari bidang musik, sekarang mereka melebar ke projek musik dalam berbagai format musik: rekaman, konser, kreasi audiovisual, sampai ke penerbitan buku. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi artis untuk menghadapi konteks industri yang selalu berubah. Contoh yang menarik di Jakarta adalah Kios Ojo Keos yang meluaskan cakupannya dari musik ke toko buku, kedai kopi, dan kegiatan seni.

  3. Menjadi bagian komunitas internasional. Philip Cialdella dari Atlas Music Publishing tertarik dengan pola kerja penerbit musik indie yang saling bantu, walaupun mereka bersaing seperti bisnis pada umumnya. Contoh yang disampaikan oleh Midem Music Pulse adalah Independent Music Publishers International Forum (IMPF) sebagai poros kerjasama antar penerbit musik indie global. Mereka memfasilitasi kerjasama sub-publishing untuk mengembangkan bisnis di pasar yang dinamis saat ini. Bukan tidak mungkin, suatu kali nanti lagu karya komposer Indonesia mendunia melalui network ini. Buktinya adalah karya Melly Goeslaw, "Bagaikan Langit", yang dinyanyikan ulang oleh Maria Isabel dan Juan Magán dalam bahasa Spanyol, berjudul "Esa Carita."

  4. Manfaatkan digital habis-habisan. Streaming telah merubah wajah label indie ke arah yang lebih positif, dengan menjangkau audiens yang lebih luas. Bojan Musulin dari IDJDigital memanfaatkan data untuk melakukan proyeksi bisnis mereka dua tahun ke depan. Bojan membuktikan bahwa sejak menggunakan layanan streaming sejak 2014, bisnisnya tumbuh 300%. Pemanfaatan streaming bisa membawa musisi indie dari Indonesia melakukan go-international yang sesungguhnya.

  5. Mencari pasar tambahan yang baru. Dicontohkan oleh Midem Music Pulse kutipan dari konferensi yang mengedepankan negara-negara Eropa tengah dan Timur sebagai potensi pasar. Meningkatnya peluang di region itu ditandai dengan meningkatnya konser dan bertambahnya konsumsi musik digital. Fenomena ini juga dimungkinkan terjadi di wilayah Asia-Tenggara, sebuah peluang untuk musisi indie dari Indonesia untuk memperluas pasar di luar Indonesia dan Malaysia.

Kemajuan teknologi memfasilitasi para musisi untuk lebih bebas berkreasi, memproduksi rekaman karya mereka, sampai mendistribusikan ke seluruh pelosok dunia yang mengonsumsi musik digital. Meskipun masuk pasar dunia dirasa lebih baik mengedepankan karya berlirik Inggris agar bisa diterima publik internasional, tidak perlu khawatir menggunakan bahasa Indonesia. Lirik berbahasa Indonesia membuat karya menjadi unik untuk pasar global.

63 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page