Kita setiap hari mendengar musik di berbagai tempat umum. Kita mendengar musik di pertokoan, restoran, pusat kebugaran, tempat wisata, bioskop, dan tempat umum lainnya. Tempat-tempat tersebut sering kita kunjungi, sebelum masa pandemi yang sudah lebih dari 6 bulan ini. Pemasangan musik sebagai latar kegiatan ekonomi ternyata memberikan manfaat bagi para pengusaha. Bisa dibayangkan betapa sepinya suasana di tempat umum tanpa adanya musik. Hal ini juga bisa menurunkan mood untuk melakukan transaksi bagi para pembeli atau pengunjung tempat tersebut.
Adrian North dan Lorraine Sheridan dari Curtin University, dan Charles Areni dari Macquarie University pada tahun 2015 melakukan penelitian mengenai pengaruh latar belakang musik di tempat-tempat umum. Mereka memiliki hipotesa bahwa lagu atau genre musik yang spesifik dapat memicu konsep kongruensi pada memori pendengar, sehingga bisa mempengaruhi preferensi dan perilaku pembelian. Contoh yang kontekstual dengan kondisi Indonesia adalah ketika mendengar musik dari Sumatera Barat, konsumen akan teringat dengan nasi Padang, karupuak Sanjai, tenun songket Pandai Sikek, tari piring, atau aikon jam gadang di Bukittinggi.
Hasil dari penelitian Adrian North dan kawan-kawan menunjukkan bahwa partisipan penelitian terpengaruh dengan musik latar saat memesan makanan, misalnya: partisipan lebih memilih hamburger atau french fries saat musik latar di lokasi tempat makan memutarkan musik dari group Amerika. Musik latar juga mempengaruhi prakiraan untuk menilai harga suatu barang. Musik latar ber-genre klasik membuat partisipan menilai harga barang yang terkait identitas sosial, dibandingkan ketika partisipan lain diberi musik country sebagai musik latar atau partisipan yang pada saat penelitian tidak diberikan stimulus musik. Inti dari penelitian ini menyarankan agar pemilik bisnis perlu seksama dalam memilih musik latar yang akan dipasang di gerai mereka. Karena musik latar tidak hanya membuat suasana lebih nyaman secara audial, tetapi juga bisa mempengaruhi keputusan membeli konsumen.
Selain budaya asal musik dan genre musik seperti pembahasan di atas, para pebisnis perlu mencermati elemen-elemen lain yang ada di musik sebagai pertimbangan untuk memilih musik latar agar sesuai dengan suasana yang ingin dibangun. Pada penelitian Ronald E. Milliman yang diterbitkan pada tahun 1996, dibuktikan bahwa variasi tempo musik secara signifikan mempengaruhi pembelian dan lamanya konsumen nyaman di tempat. Dengan musik latar bertempo lambat, pengunjung restoran lebih betah di tempat. Kondisi ini diduga karena musik latar bertempo lambat menciptakan lingkungan yang lebih relaks. Sebaliknya, musik yang bersuara keras atau musik latar yang tidak sesuai akan membuat konsumen menjauh. Berdasarkan hasil penelitian ini, bisa diduga mengapa restoran cepat saji justru menggunakan musik latar yang keras suaranya. Pada dasarnya, restoran cepat saji mengupayakan supaya perputaran pengunjung yang tidak terlalu lama berada di lokasi restoran. Dugaan ini tercermin dari penggunaan musik latar dengan suara yang keras dan bertempo cepat. Dari sisi positifnya, musik latar dengan tempo cepat dan volume suara yang keras dibuktikan oleh penelitian dapat meningkatkan semangat. Penelitian ini menarik untuk diulang di Indonesia. Meskipun musik latar berisik dan bertempo cepat, pengunjung restoran cepat saji di Indonesia betah bertahan di tempat. Bisa jadi karena ada manfaat lain yang membuat mereka bertahan, meskipun mendapatkan stimulus musik latar yang tidak nyaman, misalnya manfaat menggunakan wifi gratis.
Pada artikel yang diterbitkan tahun 1982, Ronald E. Milliman meneliti mengenai tempo musik latar dengan lokasi di pasar swalayan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa variasi tempo musik latar secara signifikan berpengaruh pada arus pengunjung di dalam toko dan jumlah penjualan. Artikel Eric Spangenberg yang diterbitkan pada 1990 menambahkan faktor lain yang perlu dipertimbangkan pebisnis dalam memilih musik latar, yaitu umur konsumen yang disasar lokasi komersil tersebut. Berdasarkan temuan ini, disarankan agar menggunakan musik latar yang disesuaikan dengan usia pasar sasaran untuk setiap area di lokasi komersil. Hal yang menarik adalah temuan penelitian Keng-Lin Soh dan teman-teman (2015), meskipun tempo musik latar berpengaruh secara signifikan pada emosi konsumer, tetapi tidak signifikan perannya untuk konsumen yang mengunjungi toko buku dan toko pakaian. Artinya, penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya tidak berlaku umum. Oleh karena itu, stimulus musik latar pada setiap gerai atau bagian pertokoan perlu diselaraskan dengan pasar sasaran yang mengunjungi lokasi tersebut.
Musik latar secara penelitian empiris menunjukkan pengaruhnya kepada pengunjung lokasi-lokasi komersil, seperti: pertokoan, restoran, dan lain-lain. Namun demikian, ada beberapa temuan lanjutan yang menyarankan untuk tidak melakukan generalisasi dengan menggunakan satu macam musik latar. Perlu diperhatikan juga target konsumen untuk setiap gerai, agar musik bisa disesuaikan dan bisa berpengaruh pada pola pembelian konsumen yang lebih spesifik tersebut.
תגובות